Keberhasilan sebuah program adalah tergantung kepada pelaku dan penerima program, mengapa demikian…?
Awalnya, secara pribadi saya belum begitu paham tentang satu alat bantu diskusi dengan warga yang ada di pendekatan CLAPP agar warga dapat menentukan peringkat kesejahteraan rumah tangga yang ada di desanya yaitu "Klasifikasi/Peringkat Kesejahteraan", tetapi karena ada tekad/kemauan untuk terus belajar, saya berupaya untuk terus mendalami tentang alat tersebut, disertai dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman bersama teman-teman di jaringan KOALISI akhirnya saya bisa memfasilitasi proses persiapan tingkat tim (Fasdes dan Pemdes), pelaksana, refleksi bersama.
Dengan pendekatan yang saya terus lakukan kepada Pemdes, lembaga-lembaga Desa, warga, maka tingkat partisipasi warga dan Pemdes semakin nyata (dibuktikan dengan pembagian peran antara Pemdes, Fasdes untuk mengundang warga bahkan Kepala Desa Katiku Luku mengantar unfangan sendiri kerumah penduduk dan Fasdes mengundang warga dari rumah kerumah termasuk pada saat kebaktian di gereja. Sudah dua kali Kades Katiku Luku membatalkan pertemuan karena warga yang hadir hanya dari 3 RT saja (sebanyak 49 orang) dan beliau juga terlibat disetiap Dusun pada saat FGD hingga pleno tingkat Desa, dan bahkan ada pernyataan dari Pemdes dan warga setempat yang menyataka bahwa “ hina makanu hi aki lundu amunya “ artinya bahwa baru proses ini masyarakat banyak terlibat dan betul-betul menggali sampai keakar-akarnya
Pengalaman ini ditulis oleh :
EMA
(Fasilitator Pendukung Program Kerjasama KOALISI dengan ACCESS Phase II - AusAID di Kabupaten Sumba Timur)
KESAN YANG TAK TERLUPAKAN
Awal dari proses belajar yang kualami sepanjang pelatihan di Monalisa. CLAPP merupakan suatu kata yang masih awam untuk ku pahami apa artinya dan apa tujuannya. Disitulah aku dilatih bagaimana dekat dengan masyarakat terutama bagaimana mengutamakan orang miskin, perempuan, dan kaum marginal lainnya. Dalam setiap kegiatan ayau proses-proses yang dilakukan dalam masyarakat, dalam proses pelatihan, belum semua alat-alat kajian dapat saya pahami. dengan baik. karena itu, setelah saya pulang dari pelatihan saya bersama teman-teman masih melakukan proses pendalaman di tingkat lembaga. kami berbagi peran untuk melakukan simulasi terkait penerapan alat kajian. setelah kami memcoba untuk berpraktek, disitu saya mendapatkan gambaran atau bayangan dari berbagai alat kajian tersebut. ternyata saya bisa, dan mampu untuk menerapkan dan menjelaskan tapi baru beberapa alat kajian belum semuanya. saya pikir dengan proses-proses yang akan datang mungkin sudah mampu untuk menerapkan semuanya.
Dari proses pelatihan yang sudah dilewati, ternyata bukan sebatas disitu, dimana kita harus berbagi dan melatih mitra kerja kita yang ada di desa yaitu BP I ( Pemdes) dan BP II (Kapedes). dan bagi saya itu bukan suatu yang mudah ketika harus memberikan pemahaman dan melatih mereka. tetapi dengan bekal ilmu yang di dapat pasca pelatihan cukup membantu saya untuk melewati proses tersebut. Terbukti bahwa kemarin ketika kami melakukan pelatihan bagi Pemdes dan Kapedes, disitu saya mendapatkan peran untuk memfasilitasi alat kajian dan bagaimana penerapannya. dan bagi saya itu adalah sebuah keberhasilan yang saya rasakan terjadi pada diri saya, dimana saya harus memfasilitasi ( berbicara) di depan begitu banyak orang.
Dengan keberhasilan yang sudah terjadi, saya harus terus belajar dan jangan pernah takut untuk hal-hal baru karena itu belajarlah dari pengalaman yang pernah ada. aku tidak gagal ketika aku mencoba tetapi aku gagal ketika kau berhenti mencoba .
Pengalaman ditulis oleh :
MARLIN
Fasduk Watukarere dan Ringurara Kab. Sumba Barat
dari Yayasan BAHTERA